Kapua IX – Kampung Lolo merupakan sebuah jorong yang berada di Nagari Kototuo, Kecamatan Kapur IX, Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Puluhan kilometer harus ditempuh warga untuk membeli segala kebutuhannya di pasar Muaropaiti, Lubukalai, Duriantinggi, Kecamatan Kapur IX. Begitulah derita isolasi yang dialami sekitar 300 kepala keluarga yang tinggal di kampung Lolo. Daerah itu merupakan nagari tertua di Kecamatan Kapur IX yang kini menjadi jorong Lolo bagian Nagari Kotolamo.
Melihat kondisi itu seorang pengusaha tergugah hatinya untuk membuka akses jalan ke kampung tua yang subur itu. “Kita sangat prihatin dengan kondisi isolasi yang dirasakan warga Lolo sejak lama, hingga perkampungan tua itu sejak 23 tahun terakhir berangsur-angsur ditinggalkan penduduknya. Hal itulah yang menjadi pendorong bagi saya untuk membuka akses jalan,”ucap salah seorang pengusaha asal Nagari Duriantinggi, Syafei saat dihubungi Beritasumbar.com melalui telepon genggamnya, Rabu (16/11) sore.
Perantau sukses di Provinsi Jambi itu, berkeinginan akses jalan menuju Lolo yang menjadi titik awal masyarakat Kecamatan Kapur IX kembali ditempati. Sebab pemukiman dan masjid serta bangunan yang ada di belantara Kapur IX itu, kini sudah mulai melapuk akibat ditinggal penghuninya yang tak sanggup lagi tinggal didaerah yang terisolasi, akibat belum terjangkau akses transportasi, komunikasi dan
penerangan listrik.
“Sangat miris saya melihat kondisi itu, keinginan saya masyarakat kembali menempati jorong lolo seperti sedia kala. InsyaAllah jalan yang kita buka ini memberikan mamfaat,” kata bapak tiga orang anak itu.
Perantau yang bergerak pada usaha pertambangan dan kelapa sawit di Provinsi Jambi itu menambahkan, dengan membuka jalan selebar 12 meter ditengah hutan belantara untuk mencapai jorong Lolo dengan panjang pembukaan jalan hingga 10 kilometer dengan biaya milyaran rupiah itu, Syafei mengaku ikhlas membantu warga Lolo agar kembali menempati kampuang tertua di Kapur IX.
“Warga Lolo saat ini banyak yang menumpang tinggal di nagari-nagari yang ada di Kapur IX, seperti di Lubuakalai, Muaropaiti dan
Duriantinggi. Padahal tanah Lolo sangat subur dan luas sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Satu kilometer jalan dengan lebar jalan 12 meter sedikitnya membutuhkan biaya sekitarRp 1,4 miliar. Namun kita tidak melihat itu,
sebab saya ingin mengabdi untuk kampung halaman,”tambah Syafe’i yang juga mulai mendirikan sebuah Koperasi Unit Desa (KUD) Bukikpotai untuk mengakomodir perekenomian masyarakatnya ketika menjawab pertanyaan beritasumbar.com.
Sedikit Syafei bercerita soal asal muasal Kapur IX, Syafei menyebut Lolo sebagai kampung yang menjadi asal Datuak Pucuak Bandaro Sati, seorang
datuk gelar tertua Kecamatan Kapur IX.”Jika kita biarkan, nagari yang menjadi kampung tua Kapur IX ini nantinya hanya kan tinggal sejarah. Padahal sangat besar potensi yang bisa kita olah untuk kesejahteraan masyarakat disana,”sebut Syafe’i yang suaranya tidak terdengar jelas karena signal telepon seluler.
Walinagari Kotolamo, Anwar, Datuak Bosa mengungkapkan, berintung salah seorang anak nagari, Syafe’i yang sudah 34 tahun merantau dan cukup sukses mau mengulurkan tangan dan tergerak untuk membantu warga Lolo yang sudah jenuh dengan keterisolasiannya.
Sulitnya akses jalan dan tak kunjung mendapatkan perhatian, warga akhirnya perlahan meninggalkan perkampungan itu dan memilih tempat tinggal dinagari-nagari yang lebih dekat dengan akses transportasi.
“Sudah 23 tahun jorong lolo ditinggalkan warga karna keterisolasian. Warga lolo pun berserak dan menumpang di nagari lain karna kondisi itu. Kita sangat bersyukur, mudah-mudahan niat tulus pengusaha ini bisa menjadi motivasi pemerintah untuk memperhatikan infrastruktur ke
Lolo. Begitu juga dengan anak nagari lainnya yang ingin mengabdi untuk pembangunan kampung,” harap Walinagari.
Baca berita selengkapnya di sini..
from Berita Sumbar
via BeritaSumbar.com
Comments
Post a Comment